Tugas Kuliah Sistem Informasi Manajemen
Sumberdaya Perairan.
APLIKASI PENGGUNAAN
SIG di BIDANG PERIKANAN
Dosen
Penanggung Jawab:
Rusdi
Leonald, S.P, M.Sc
OLEH:
Dinarta Hutabarat
110302027/MSP
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syuku penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, dengan karunia-Nya dan segala kemudahan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen Sumberdaya Perairan
tentang Aplikasi Penggunaan SIG dalam Manajemen Sumberdaya Perairan. Tulisan
Ilmiah ini merupakan rangkuman untuk memenuhi syarat perkuliahan SIG.
Tidak akan terhenti walau tidak akan pernah tercukupi,
ucapan terima kasih penulis kepada Rusdi Leonald, S.P, M.Sc dan Zulham A.
Harahap, S.Kel, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Sistem Informasi
Manajemen Sumberdaya Perairan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
rekan-rekan dan semua pihak yang telah banyak membantu baik langsung
maupun tidak langsung. Semoga Tulisan Ilmiah ini bermanfaat dan memberi
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi pembacanya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Ilmiah ini
masih banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun.
Medan, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
......................................................................................
i
DAFTAR ISI
....................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
.................................................................................. 1
1.2
Tujuan................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian SIG....................................................................................
3
2.2 Aplikasi SIG dalam Sistem Informasi Perikanan Tangkap..................... 5
2.3 Kelebihan dan
Kekurangan SIG........................................................... 6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil............................................................................................. ....... 8
3.2
Pembahasan................................................................................... ...... 8
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan........................................................................................
10
4.2 Saran................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dunia kelautan merupakan
dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak kecuali dasar lautan.
Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini, terdapat banyak sumber daya
alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk suatu daerah atau
pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia merupakan suatu
negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar
juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai kurang lebih
81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan akan sangat
besar sekali (Hartoto, 2011).
Menurut Kusyanto (2001)
potensi sumber daya perikanan di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan
baru termanfaatkan sekitar 57%. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam
eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan
sumber daya ikan yang ada. Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem Informasi
Geografis untuk perikanan di harapkan dapat mampu memberikan suatu gambaran dan
suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot perikanan di
wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang
mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan ( Aini, 2007).
Ikan dengan mobilitasnya
yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena
ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya
peristiwa upwelling,
dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa
air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar
yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies
ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan
diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu (Nuarsa, 2005).
Selanjutnya output yang
didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan
kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang
cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena
ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja,
tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan
data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi
ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground
yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. (Nofrita,
2011).
Keadaan- keadaan lingkungan yang
merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran
spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data
lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea
Surface Temperature (SST)/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS. Sedangkan
data-data lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai bisa diperoleh dari
survei lapangan dan peta dasar wilayah ( Djandra, 2003).
SIG perikanan lebih sering
bermain dengan bentuk data raster. Data-data SST, klorofil dll tersebut
merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster. Data raster
mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya berinteraksi
dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat penyimpanan yang
sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga merupakan data angka per
pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel, keadaan ini terjadi
apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa menggabungkannya
dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu, sehingga membentuk
ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat berguna pada lokasi pendaratan
ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang hasil penagkapan ikan akan
memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar dan informasi tentang
pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi pendaratan kapal (
Anon, 1989).
2.1 Tujuan
§ Mengetahui
ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap
§ Meminimalisir
usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM yang
besar, waktu dan tenaga nelayan.
§ Mengetahui
area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian SIG
SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa objek-objek dan fenomena
dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis
untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang
memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi
geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan
data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran (Julianti, 2008)
Sumber data untuk keperluan SIG dapat berasal dari data
citra, data lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS.
Selanjutnya diolah di laboratorium atau studio SIG dengan software tertentu sesuai dengan
kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, bisa
berupa peta konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus ada input
kebutuhan yang diinginkan user
( Karim,
2006).
SIG mempunyai kemampuan
untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi,
menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan
diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang
berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat
tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab
beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan.
Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya ( Kasry,
2010).
Sistem Informasi
Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dapat memadukan antara data
grafis dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di
bumi (georeference). Di samping itu, Sistem Informasi Geografi ini juga dapat
menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data. Untuk
selanjutnya menghasilkan output yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan
keputusan pada masalah geografi. Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan terjemahan
dari Geographical Information System (GIS) (Prahasta,2004).
Menurut Kartini (
2009) Secara lebih spesifik Aronof mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem yang
berbasiskan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang
bereferensi geografis yang mencakup:
a.Data input (pemasukan).
b.Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data).
c.Analisis dan manipulasi data.
2.2
Aplikasi SIG Dalam Sistim
Informasi Perikanan Tangkap
Kegiatan penangkapan
ikan di laut oleh masyarakat nelayan di Indonesia bisa dikatakan belum optimal.
Hal ini dikarenakan keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia yang belum
memumpuni. Keadaan ini sangat ironis mengingat Indonesia merupakan negara
maritim yang memiliki wilayah laut yang luas. Dalam kegiatan penangkapan ikan
di laut, pertanyaan klasik yang sering dilontarkan nelayan antara lain “dimana
ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap dalam jumlah yang berlimpah?”.
Solusi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan kita tentu dengan mencari habitat
ikan secara tidak menentu, hal ini mempunyai konsekuensi yang besar yaitu
memerlukan biaya operasional yang lebih besar serta memakan waktu dan tenaga.
Keadaan tersebut membatasi para pelaku kegiatan penangkapan ikan sehingga
proses penangkapan ikan menjadi kurang optimal (Nuarsa, 2005)
Pemikiran untuk pemanfaatan SIG dalam penangkapan ikan diawali dengan
kenyataan bahwa nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan banyak
mengalami kegagalan dan biaya tinggi karena tidak menentunya lokasi daerah
penangkapan ikan (Prahasta, 2005).
Mencermati masalah tersebut di atas, maka perlu dilakukan suatu
penelitian tentang zona potensial penangkapan serta pola migrasi ikan kembung (Rastrelliger spp), sehingga
pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal dan terarah. Dimana pendekatan yang dapat dilakukan yaitu
melalui pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang merupakan suatu sistem
berbasis komputer yang dapat digunakan
sebagai alat dalam kegiatan eksplorasi daerah potensial penangkapan ikan
secara geografis dan menunjang pengelolaan sumberdaya yang berwawasan
lingkungan; serta pendekatan/pemanfaatan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) yang merupakan model
spasial yang bermanfaat untuk menghasilkan berbagai informasi turunan melalui
proses (Nofrita, 2011).
Pengetahuan dasar yang
dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan
dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh
indikator oseanografi yang cocok untuk jenis ikan tertentu. Sebagai contoh ikan
albacore tuna di laut Utara Pasific cenderung terkonsentrasi pada kisaran suhu
18,5o – 21,5oC dan berasosiasi dengan tingkat klorofil-a
sekitar 0,3 mg m-3. Selanjutnya output yang didapatkan dari
indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan
dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk
ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat
mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai
parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data
lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan
banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang
produktif serta kapan musim penangkapan yang efektif (Purtanto, 2009).
3.3 Kelebihan dan Kekurangan SIG
SIG
perikanan lebih sering bermain dengan bentuk data raster. Data2 SST, klorofil
dll tersebut merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster.
Data raster mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya
berinteraksi dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat
penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga
merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel,
keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa
menggabungkannya dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu,
sehingga membentuk ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat
berguna pada lokasi pendaratan ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang
hasil penagkapan ikan akan memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar
dan informasi tentang pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi
pendaratan kapal (Rahman,2011).
Pengembangan SIG untuk
kelautan mempunyai dua kendala umum, pertama bahwa dasar-dasar perkembangan SIG
adalah untuk keperluan analisis keruangan pada suatu lahan (land-based
sciences), kedua analisis SIG untuk laut lebih banyak menggunakan 3D, sedangkan
SIG sendiri masih kurang mampu mengaplikasikan 3D secara baik pada daerah2 yg
luas (Siregar,2007).
Keuntungan
dari sistem komunikasi digital adalah bahwa kita berhubungan dengan
nilai-nilai, bukan dengan bentuk gelombang. Nilai-nilai bisa dimanipulasi
dengan rangkaian rangkaian logika, atau jika perlu, dengan mikroprosesor.
Operasi-operasi matematika yang rumit bisa secara mudah ditampilkan untuk
mendapatkan fungsi-fungsi pemrosesan sinyal atau keamanan dalam transmisi
sinyal. Keuntungan ketiga berhubungan dengan range dinamis. Kita dapat
mengilustrasikan hubungan ini dalam sebuah contoh. Perekaman disk piringan
hitam analog mempunyai masalah terhadap range dinamik yang terbatas.
Suara-suara yang sangat keras memerlukan variasi bentuk alur yang ekstrim, dan
sulit bagi jarum perekam untuk mengikuti variasi-variasi tersebut. Sementara
perekaman secara digital tidak mengalami masalah, karena semua nilai
amplitudo-nya, baik yang sangat tinggi maupun yang sangat rendah,
ditransmisikan menggunakan urutan sinyal terbatas yang sama. Namun di dunia ini
tidak ada yang ideal, demikian pula halnya dengan sistem komunikasi digital
(Hartoto,2011).
Kerugian sistem digital dibandingkan dengan sistem analog adalah, bahwa sistem
digital memerlukan bandwidth yang besar. Sebagai contoh, sebuah kanal suara
tunggal dapat ditransmisikan menggunakan single -sideband AM dengan bandwidth
yang kurang dari 5 kHz. Dengan menggunakan sistem digital, untuk
mentransmisikan sinyal yang sama, diperlukan bandwidth hingga empat kali dari
sistem analog. Kerugian yang lain adalah selalu harus tersedia sinkronisasi.
Ini penting bagi sistem untuk mengetahui kapan setiap simbol yang terkirim
mulai dan kapan berakhir, dan perlu meyakinkan apakah setiap simbol sudah
terkirim dengan benar (Aini, 2007).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Adapun hasil
yang di dapatkan melalui penggunaan Sig untuk mendeteksi keberadaan ikan
Tuna,yaitu:
Pada Gambar memberi informasi bahwa ikan tuna tertangkap
dalam jumlah yang besar (terkonsentrasi) pada posisi sekitar 350LU
dan 1600BT bersesuaian dengan kondisi SST sekitar 200C
dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3. Konsentrasi ikan
tersebut berada pada posisi positif anomaly permukaan laut (warna merah) yang
bertepatan dengan kondisi EKE yang relatif lebih tinggi. Dari Gambar itu
terlihat bahwa prediksi hasil tangkapan dengan peluang yang tinggi (dikenal
dengan istilah habitat hotspot) juga menkonfirmasi daerah produktif tersebut.
Setiap spesies ikan mempunyai karakteristik oseanografi kesukaannya sendiri dan
cenderung menempati daerah tertentu yang bisa dipelajari. Hal ini dapat
diketahui dengan pendekatan SIG dan inderaja multi-layer tersebut (Zainuddin,
2006).
3.2 Pembahasan
Dengan mobilitasnya yang tinggi akan
lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung
berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling,
dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air
yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang
dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan
dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh
indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan
albacore tuna di laut utara Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu
18.5-21.5 0C dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3
(Zainuddin, 2006).
Selanjutnya output
yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi
dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi
yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG
karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan
saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG,
inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya
dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan
fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif.
Tentu saja hal ini akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan
kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan.
Disini terlihat bahwa dua database (satelit
dan perikanan tuna) dikombinasikan dalam mengembangkan spasial analysis daerah
penangkapan ikan tuna. Pada prinsipnya ada 4 layer/lapisan data yang
diintegrasikan yaitu suhu permukaan laut (SST) (NOAA/AVHRR), tingkat
konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan tinggi permukaan air laut (SSHA) dan
eddy kinetik energi (EKE) (AVISO). Parameter pertama (SST) dipakai karena
berhubungan dengan kesesuaian kondisi fisiologi ikan dan thermoregulasi untuk
ikan tuna; sedangkan parameter yang kedua karena dapat menjelaskan tingkat
produktifitas perairan yang berhubungan dengan kelimpahan makanan ikan;
sementara parameter yang ketiga berhubungan dengan kondisi sirkulasi air daerah
yang subur seperti eddy dan upwelling ; dan parameter terakhir berhubungan
dengan indeks untuk melihat daerah subur dan kekuatan arus yang mungkin
mempengaruhi distribusi ikan. Data penangkapan ikan tuna (lingkaran putih pada
peta yang ditunjukkan dengan tanda panah) diplot pada peta lingkungan yang
dibangkitkan dari citra satelit. Sedangkan panel atau layer yang paling atas
menunjukkan peta prediksi hasil tangkapan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
1. SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan
dan memanipulasi informasi-informasi geografi.
2. Data
yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data
yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat
tertentu, sebagai dasar referensinya.
3. Data
bentuk raster membutuhkan tempat penyimpanan yang sangat besar sehingga boros
hardisk, data raster juga merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di
gabung dengan data tabel, keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut
bersifat degradasi.
4. Pada prinsipnya
ada 4 layer/lapisan data yang diintegrasikan yaitu suhu permukaan laut (SST)
(NOAA/AVHRR), tingkat konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan tinggi
permukaan air laut (SSHA) dan eddy kinetik energi (EKE) (AVISO).
5. Keuntungan
dari sistem komunikasi digital adalah bahwa kita berhubungan dengan
nilai-nilai, bukan dengan bentuk gelombang.
6. Kerugian
sistem digital dibandingkan dengan sistem analog adalah, bahwa sistem digital
memerlukan bandwidth yang besar.
4.2 Saran
Dalam
perkembangan teknologi yang begitu pesat, manusia mampu menghasilkan teknolgi
yang mampu membantu dalam melaksanakan pekerjaan manusia sehingga menjadi lebih
efektif dan efisien, salah satunya adalah Pengaplikasian SIG dalam menentukan
lokasi keberadaan ikan tuna. Setiap penggunaanya SIG memiliki dampak positif
dan negatif. Maka dari itu, kita diminta menggunakan sistem tersebut dengan
tepat dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Anon, k. 1989.
Perangkat Kerja sistem Informasi Geografis. Diakses dari
Julianti, S. 2008. Sistem Informasi Geografis pada Perikanan. Diakses dari http://repository.unand.ac.id
Kartini, 2009. Manfaat
SIG untuk Mendeteksi Keberadaan Ikan. Diakses dari http://www.MediaDiknas.go.id
Kasry, A. 2010. Aplikasi
SIG dalam Penankapan Ikan Tuna Di laut Dalam.
Diakses dari http://repository.usu.ac.id
Nuarsa,
I., W. 2005. Aplikasi Penggunaan SIG. Diakses dari http://ilmukomputer.com
Prahasta,
E. 2004. Sistem Informasi Geografis: Totorial Arcview. CV. Informatika,
Bandung.
Prahasta,
E. 2005. Sistem Informasi Geografis, Konsep-Konsep DasarCV. Informatika,
Bandung.
Rahman.
2011. Pengenalan SIG. Diakses dari http://inderaja.mipa.unsri.ac.id
Terima Kasih Bang
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerima Kasih Mbak.
BalasHapusMakalah serta penjelasannya lumayan bagus,
Tapi kalau bisa lebih diperjelas atau di sertai contoh.
Terima kasih juga Mbak,saya jadi lebih tau klau GIS dalam bidang Perikanan ini,kita bisa mengetahui habitat dari ikan - ikan tsb.
Oh iyaa Mbak,
Kunjungi Website saya juga ya : https://renaldig.mahasiswa.atmaluhur.ac.id
Serta Website Kampus kami : http://www.atmaluhur.ac.id/
Terimakasih materinya kak ternyata banyak penggunaan SIG di bidang perikanan semoga SIG dpat terus berkembang untuk bidang perikanan dan bidang lainnya.
BalasHapusKunjungi website saya 🙂
http://fitrid.mahasiswa.atmaluhur.ac.id/
Website kampus saya
http://www.atmaluhur.ac.id/
Terimakasih kak materinya, dengan adanya APLIKASI PENGGUNAAN SIG di BIDANG PERIKANAN saya jadi tau ternyata SIG itu sangat luas.
BalasHapusJangan lupa kunjungi website saya di https://hestyns.mahasiswa.atmaluhur.ac.id dan website kampus saya di http://www.atmaluhur.ac.id
terima kasih materi makalahnya,penjelasannya lumayan bisa dipahami dan saya baru tau SIG dalam bidang perikanan..
BalasHapusKunjungi website saya ya : https://dufiflame.mahasiswa.atmaluhur.ac.id/
dan website kampus saya : http://atmaluhur.ac.id/