Rabu, 10 April 2013


Tugas Kuliah Sistem Informasi Manajemen Sumberdaya Perairan.

APLIKASI PENGGUNAAN SIG di BIDANG PERIKANAN

Dosen Penanggung Jawab:
Rusdi Leonald, S.P, M.Sc

OLEH:
Dinarta Hutabarat
110302027/MSP





SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013










KATA PENGANTAR

            Puji dan syuku penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan karunia-Nya dan segala kemudahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen Sumberdaya Perairan tentang Aplikasi Penggunaan SIG dalam Manajemen Sumberdaya Perairan. Tulisan Ilmiah ini merupakan rangkuman  untuk memenuhi syarat perkuliahan SIG.
            Tidak akan terhenti walau tidak akan pernah tercukupi, ucapan terima kasih penulis kepada Rusdi Leonald, S.P, M.Sc dan Zulham A. Harahap, S.Kel, M.Si  selaku dosen pembimbing mata kuliah Sistem Informasi Manajemen Sumberdaya Perairan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan dan  semua pihak yang telah banyak membantu baik langsung maupun tidak langsung. Semoga Tulisan Ilmiah ini bermanfaat dan memberi tambahan pengetahuan dan wawasan bagi pembacanya.
            Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Ilmiah ini masih banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.



Medan,  April 2013


                                                                                                                                                                                                                                                Penulis










DAFTAR ISI


                                                                                                                    Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................  i
DAFTAR ISI ....................................................................................................  ii
BAB I  PENDAHULUAN
             1.1 Latar Belakang ..................................................................................  1
             1.2 Tujuan................................................................................................. 2

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
             2.1  Pengertian SIG.................................................................................... 3
             2.2  Aplikasi SIG dalam Sistem Informasi Perikanan Tangkap..................... 5
             2.3 Kelebihan dan Kekurangan SIG........................................................... 6

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
            3.1 Hasil............................................................................................. ....... 8
            3.2 Pembahasan................................................................................... ...... 8
              
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
            4.1  Kesimpulan........................................................................................ 10
            4.2   Saran................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA
















BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
              Dunia kelautan merupakan dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak kecuali dasar lautan. Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini, terdapat banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk suatu daerah atau pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia merupakan suatu negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan akan sangat besar sekali (Hartoto, 2011).
Menurut Kusyanto (2001) potensi sumber daya perikanan di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 57%. Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada. Pemanfaatan suatu teknologi seperti Sistem Informasi Geografis untuk perikanan di harapkan dapat mampu memberikan suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang sumber-sumber atau spot-spot perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan ( Aini, 2007).
             Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu (Nuarsa, 2005).
             Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. (Nofrita, 2011).
         Keadaan- keadaan lingkungan yang merupakan syarat kebahagian hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST)/suhu laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS. Sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah ( Djandra, 2003).
               SIG perikanan lebih sering bermain dengan bentuk data raster. Data-data SST, klorofil dll tersebut merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster. Data raster mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya berinteraksi dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel, keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa menggabungkannya dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu, sehingga membentuk ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat berguna pada lokasi pendaratan ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang hasil penagkapan ikan akan memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar dan informasi tentang pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi pendaratan kapal ( Anon, 1989).

2.1 Tujuan
§ Mengetahui ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap
§ Meminimalisir usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan.
§ Mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar






                                                                           BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian SIG
             SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan  dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan,  menyimpan dan menganalisa objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi  merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG  merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani  data yang bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan  pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran (Julianti, 2008)
Sumber data untuk keperluan SIG dapat berasal dari data citra, data lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS. Selanjutnya diolah di laboratorium atau studio SIG dengan software tertentu sesuai dengan kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, bisa berupa peta konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus ada input kebutuhan yang diinginkan user ( Karim, 2006).
              SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya ( Kasry, 2010).

             Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dapat memadukan antara data grafis dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di bumi (georeference). Di samping itu, Sistem Informasi Geografi ini juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data. Untuk selanjutnya menghasilkan output yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah geografi. Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan terjemahan dari Geographical Information System    (GIS) (Prahasta,2004).
            Menurut Kartini ( 2009) Secara lebih spesifik Aronof mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem yang berbasiskan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis     yang  mencakup:

a.Data  input    (pemasukan).
b.Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data).
c.Analisis dan manipulasi data.

2.2 Aplikasi SIG Dalam Sistim Informasi Perikanan Tangkap
              Kegiatan penangkapan ikan di laut oleh masyarakat nelayan di Indonesia bisa dikatakan belum optimal. Hal ini dikarenakan keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia yang belum memumpuni. Keadaan ini sangat ironis mengingat Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki wilayah laut yang luas. Dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, pertanyaan klasik yang sering dilontarkan nelayan antara lain “dimana ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap dalam jumlah yang berlimpah?”. Solusi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan kita tentu dengan mencari habitat ikan secara tidak menentu, hal ini mempunyai konsekuensi yang besar yaitu memerlukan biaya operasional yang lebih besar serta memakan waktu dan tenaga. Keadaan tersebut membatasi para pelaku kegiatan penangkapan ikan sehingga proses penangkapan ikan menjadi kurang optimal (Nuarsa, 2005)
             Pemikiran untuk pemanfaatan SIG dalam penangkapan ikan diawali dengan kenyataan bahwa nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan banyak mengalami kegagalan dan biaya tinggi karena tidak menentunya lokasi daerah penangkapan ikan (Prahasta, 2005).
Mencermati masalah tersebut di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang zona potensial penangkapan serta pola migrasi ikan kembung (Rastrelliger spp), sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal dan terarah.  Dimana pendekatan yang dapat dilakukan yaitu melalui pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang merupakan suatu sistem berbasis komputer yang dapat digunakan  sebagai alat dalam kegiatan eksplorasi daerah potensial penangkapan ikan secara geografis dan menunjang pengelolaan sumberdaya yang berwawasan lingkungan; serta pendekatan/pemanfaatan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) yang merupakan model spasial yang bermanfaat untuk menghasilkan berbagai informasi turunan melalui proses (Nofrita, 2011).
              Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk jenis ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut Utara Pasific cenderung terkonsentrasi pada kisaran suhu 18,5o – 21,5oC dan berasosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0,3 mg m-3. Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan yang efektif (Purtanto, 2009).


3.3 Kelebihan dan Kekurangan SIG
            SIG perikanan lebih sering bermain dengan bentuk data raster. Data2 SST, klorofil dll tersebut merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster. Data raster mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya berinteraksi dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel, keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa menggabungkannya dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu, sehingga membentuk ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat berguna pada lokasi pendaratan ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang hasil penagkapan ikan akan memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar dan informasi tentang pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi pendaratan kapal (Rahman,2011).
            Pengembangan SIG untuk kelautan mempunyai dua kendala umum, pertama bahwa dasar-dasar perkembangan SIG adalah untuk keperluan analisis keruangan pada suatu lahan (land-based sciences), kedua analisis SIG untuk laut lebih banyak menggunakan 3D, sedangkan SIG sendiri masih kurang mampu mengaplikasikan 3D secara baik pada daerah2 yg luas  (Siregar,2007).
            Keuntungan dari sistem komunikasi digital adalah bahwa kita berhubungan dengan nilai-nilai, bukan dengan bentuk gelombang. Nilai-nilai bisa dimanipulasi dengan rangkaian rangkaian logika, atau jika perlu, dengan mikroprosesor. Operasi-operasi matematika yang rumit bisa secara mudah ditampilkan untuk mendapatkan fungsi-fungsi pemrosesan sinyal atau keamanan dalam transmisi sinyal. Keuntungan ketiga berhubungan dengan range dinamis. Kita dapat mengilustrasikan hubungan ini dalam sebuah contoh. Perekaman disk piringan hitam analog mempunyai masalah terhadap range dinamik yang terbatas. Suara-suara yang sangat keras memerlukan variasi bentuk alur yang ekstrim, dan sulit bagi jarum perekam untuk mengikuti variasi-variasi tersebut. Sementara perekaman secara digital tidak mengalami masalah, karena semua nilai amplitudo-nya, baik yang sangat tinggi maupun yang sangat rendah, ditransmisikan menggunakan urutan sinyal terbatas yang sama. Namun di dunia ini tidak ada yang ideal, demikian pula halnya dengan sistem komunikasi digital (Hartoto,2011).
            Kerugian sistem digital dibandingkan dengan sistem analog adalah, bahwa sistem digital memerlukan bandwidth yang besar. Sebagai contoh, sebuah kanal suara tunggal dapat ditransmisikan menggunakan single -sideband AM dengan bandwidth yang kurang dari 5 kHz. Dengan menggunakan sistem digital, untuk mentransmisikan sinyal yang sama, diperlukan bandwidth hingga empat kali dari sistem analog. Kerugian yang lain adalah selalu harus tersedia sinkronisasi. Ini penting bagi sistem untuk mengetahui kapan setiap simbol yang terkirim mulai dan kapan berakhir, dan perlu meyakinkan apakah setiap simbol sudah terkirim dengan benar (Aini, 2007).







BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN



3.1 Hasil
Adapun hasil yang di dapatkan melalui penggunaan Sig untuk mendeteksi keberadaan ikan Tuna,yaitu:
 


            Pada Gambar  memberi informasi bahwa ikan tuna tertangkap dalam jumlah yang besar (terkonsentrasi) pada posisi sekitar 350LU dan 1600BT bersesuaian dengan kondisi SST sekitar 200C dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3. Konsentrasi ikan tersebut berada pada posisi positif anomaly permukaan laut (warna merah) yang bertepatan dengan kondisi EKE yang relatif lebih tinggi. Dari Gambar itu terlihat bahwa prediksi hasil tangkapan dengan peluang yang tinggi (dikenal dengan istilah habitat hotspot) juga menkonfirmasi daerah produktif tersebut. Setiap spesies ikan mempunyai karakteristik oseanografi kesukaannya sendiri dan cenderung menempati daerah tertentu yang bisa dipelajari. Hal ini dapat diketahui dengan pendekatan SIG dan inderaja multi-layer tersebut (Zainuddin, 2006).

3.2 Pembahasan
         Dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran (eddy) dan daerah front gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut utara Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5 0C dan berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3 (Zainuddin, 2006).
          Selanjutnya output yang didapatkan dari indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias mendapatkan banyak ikan.
         Disini terlihat bahwa dua database (satelit dan perikanan tuna) dikombinasikan dalam mengembangkan spasial analysis daerah penangkapan ikan tuna. Pada prinsipnya ada 4 layer/lapisan data yang diintegrasikan yaitu suhu permukaan laut (SST) (NOAA/AVHRR), tingkat konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan tinggi permukaan air laut (SSHA) dan eddy kinetik energi (EKE) (AVISO). Parameter pertama (SST) dipakai karena berhubungan dengan kesesuaian kondisi fisiologi ikan dan thermoregulasi untuk ikan tuna; sedangkan parameter yang kedua karena dapat menjelaskan tingkat produktifitas perairan yang berhubungan dengan kelimpahan makanan ikan; sementara parameter yang ketiga berhubungan dengan kondisi sirkulasi air daerah yang subur seperti eddy dan upwelling ; dan parameter terakhir berhubungan dengan indeks untuk melihat daerah subur dan kekuatan arus yang mungkin mempengaruhi distribusi ikan. Data penangkapan ikan tuna (lingkaran putih pada peta yang ditunjukkan dengan tanda panah) diplot pada peta lingkungan yang dibangkitkan dari citra satelit. Sedangkan panel atau layer yang paling atas menunjukkan peta prediksi hasil tangkapan.





BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN



4.1  Kesimpulan

1.    SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan  dan memanipulasi informasi-informasi geografi.
2.    Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya.
3.    Data bentuk raster membutuhkan tempat penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel, keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi.
4.    Pada prinsipnya ada 4 layer/lapisan data yang diintegrasikan yaitu suhu permukaan laut (SST) (NOAA/AVHRR), tingkat konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan tinggi permukaan air laut (SSHA) dan eddy kinetik energi (EKE) (AVISO).
5.    Keuntungan dari sistem komunikasi digital adalah bahwa kita berhubungan dengan nilai-nilai, bukan dengan bentuk gelombang.
6.    Kerugian sistem digital dibandingkan dengan sistem analog adalah, bahwa sistem digital memerlukan bandwidth yang besar.

4.2  Saran
            Dalam perkembangan teknologi yang begitu pesat, manusia mampu menghasilkan teknolgi yang mampu membantu dalam melaksanakan pekerjaan manusia sehingga menjadi lebih efektif dan efisien, salah satunya adalah Pengaplikasian SIG dalam menentukan lokasi keberadaan ikan tuna. Setiap penggunaanya SIG memiliki dampak positif dan negatif. Maka dari itu, kita diminta menggunakan sistem tersebut dengan tepat dan benar.



                                                                  



                                                          DAFTAR PUSTAKA


Aini, A. 2007. Sistem Informasi Geografis. Diakses dari http://www.p3m.amikom.ac.id 

Anon, k. 1989. Perangkat Kerja sistem Informasi Geografis. Diakses dari
                   http://oseanografi.lipi.go.id 

Diandra, K. 2003. Penggunaan SIG di Bidang Perikanan. Diakses dari  http://repository.ui.ac.id 

Hartoto, D. 2011. Perikanan Tangkap. Diakses dari  http://repository.ui.ac.id 

Julianti, S. 2008. Sistem Informasi Geografis pada Perikanan. Diakses dari http://repository.unand.ac.id 

Karim, M. 2006. Penggunaan SIG di dalam Perikanan. Diakses dari  http://oseanografi.lipi.go.id

Kartini, 2009. Manfaat SIG untuk Mendeteksi Keberadaan Ikan. Diakses dari http://www.MediaDiknas.go.id 

Kasry, A. 2010. Aplikasi SIG dalam Penankapan Ikan Tuna Di laut Dalam. Diakses dari  http://repository.usu.ac.id 

Nuarsa, I., W. 2005. Aplikasi Penggunaan SIG. Diakses dari http://ilmukomputer.com 

Nofrita. 2011. Pengaplikasian SIG. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id         

Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis: Totorial Arcview. CV. Informatika, Bandung.
   
Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis, Konsep-Konsep DasarCV. Informatika, Bandung.

Purtanto. 2009. Mengaplikasikan Penggunaan SIG . Diakses  dari  http://oseanografi.lipi.go.id  

Rahman. 2011. Pengenalan SIG. Diakses dari http://inderaja.mipa.unsri.ac.id

Siregar, L. 2007. Media Geografis. Diakses dari http://oseanografi.lipi.go.id    

Wibowo, E. 2011. Pengenalan Sistem Informasi Geografis. Diakses dari http://repository.usu.ac.id 

Wijaya, N. 2011. Pengelolaan SIG. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id       

Yanto, H. 2010. Installasi SIG. Diakses dari http://repository.ui.ac.id